
Namun semakin lama si anak semakin larut dengan perbuatan jahatnya. Sudah sangat sering ia keluar masuk penjara karena kejahatan yang dilakukannya. Suatu hari ia kembali mencuri di rumah penduduk desa. Namun malang ia tertangkap. Kemudian dia dibawa ke hadapan raja untuk diadili dan dijatuhi hukuman pancung. Pengumuman itu diumumkan ke seluruh desa. Hukuman akan dilakukan keesokan hari, di depan rakyat banyak. Tepat pada saat lonceng berdentang, menandakan pukul enam pagi.
Sang ibu meratapi anaknya, begitu mendengar berita tersebut. Dia menangis dan berdoa berlutut kepada Tuhan,” Tuhan ampuni anak hamba, biarlah hamba yang sudah tua ini yang menanggung dosanya.”
Dengan tertatih-tatih dia mendatangi raja, memohon supaya anakanya dibebaskan. Tapi keputusan sudah bulat, anaknya harus menjalani hukuman. Dengan hati hancur, ibu itu kembali ke rumah. Tak henti-hentinya dia berdoa, supaya anaknya diampuni. Akhirnya dia tertidur karena kelelahan. Dalam mimpinya dia bertemu dengan Tuhan.
Keesokan harinya, ditempat yang sudah ditentukan, rakyat berbondong-bondong hendak menyaksikan hukuman tersebut. Sang algojo sudah siap dengan wajah bengisnya, anakanya pun sudah pasrah dengan nasibnya. Terbayang di matanya wajah ibunya yang sudah tua, dan tanpa terasa ia menangis menyesali perbuatanya.
Detiak-detik yang dinantikan akhirnya tiba. Sampai waktu yang ditentukan tiba. Tapi lonceng itu belum juga berdentang. Lima menit telah terlewat. Suasana pun mulai berisik. Akhirnya petugas yang bertugas membunyikan lonceng datang. Ia mengaku heran, karena sudah sejak tadi menarik-narik tali lonceng tersebut, tapi suara dentangnya tidak juga terdengar.
Saat mereka semua sedaang binggung. Tiba-tiba dari tali lonceng itu mengalir darah. Darah itu berasal dari atas, tempat dimana lonceng itu diikat. Dengan jantung berdebar-debar seluruh rakyat menantikan saat beberapa orang naik ke atas menyelidiki sumber tetesan darah tersebut.
Apa yang terjadi? Ternyata didalam lonceng tersebut dijumpai tubuh siibu tua, dengan kepala yang hancur berlumuran darah. Dia memeluk bandul didalam lonceng besar tersebut, yang menyebabkan lonceng tak berbunyi, sebagai gantinya, kepalanya yang terbentur didinding lonceng itu.
Seluruh rakyat yang menyaksikan kejadian itu tertunduk dan menenteskan air mata haru, sementara sang anak meraung-raung memeluk tubuh ibunya, yang sudah kaku tak bernyawa.
Ternyata dimalam sebelumnya, sang ibu dengan susah payah memenjat ke atas dan mengikat dirinya di lonceng, memeluk bandul dalam lonceng untuk menghindari hukuman pancung anaknya.
Sumbeer tulisan diatas diambil dari buku renungan remaja(kerygma)
This post have 0 comments
EmoticonEmoticon